Memegang mushaf Al-Qur’an merupakan salah satu hal yang haram bagi wanita haid.
Foto. Gasek Multimedia
Ponpesgasek.id —Bagi seorang perempuan yang mengalami masa haid, ada beberapa hal atau beberapa macam ibadah yang haram dilakukan baginya. Beberapa macam hal atau ibadah tersebut harus ditinggalkan ketika sedang berada pada masa haid. Dan boleh dilakukan atau diamalkan kembali setelah masa haid berhenti dan sudah selesai bersuci dari hadast besar, dengan cara mandi besar.
Beberapa hal yang diharamkan bagi seorang wanita yang sedang haid sebagaimana tercantum dalam Kitab Safinatun Najah dan dijelaskan dalam Kitab Uyunul Masa’il Linnisa’ diantaranya :
- Melaksanakan Sholat (baik yang wajib maupun sunnah)
Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori Berikut ini :
إِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ
Artinya :”jika kamu (wanita) mengalami haid, maka tinggalkanlah Sholat”
Karena wanita yang sedang mengalami masa haid, masih menanggung hadast besar sampai darah haid tersebut berhenti, dan dia bersuci dengan mandi besar. Sedangkan salah satu yang menjadi syarat sahnya sholat adalah harus suci badan, pakaian dan tempatnya. Juga harus suci dari hadast kecil maupun hadast besar.
Lalu untuk ibadah yang dia tinggalkan selama masa haid, tidak wajib diqodlo’ (diganti) semuanya. Melainkan hanya diqodlo’ ketika masa keluar dan berhentinya darah haid. Misalnya, masa haid 9 hari, tidak wajib baginya mengganti semua sholat yang dia tinggalkan selama 9 hari tersebut. Karena hal tersebut dapat menimbulkan masyaqqoh (kesulitan) baginya. Mengingat kewajiban sholat sehari semalam ada 5 kali, dan siklus haid umumnya rutin setiap bulan.
Sedang sholat yang wajib diqodlo’ sebagaimana dijelaskan dalam kitab Risalatul Mahid bagi wanita yang mengalami masa haid, hanya diwajibkan mengqodlo’ sholat ketika waktu darah tersebut keluar, sedang posisinya dia belum melaksanakan sholat. Misalnya ketika darah keluar pada pukul 12.18 siang, dan dia belum melaksanakan sholat dhuhur, maka wajib baginya ketika darah sudah berhenti dan bersuci, untuk mengqodlo’ sholat dhuhur tersebut. Karena sholat dhuhur dan ashar bisa dijama’, maka mengqodlo’ sholat dhuhur dan sholat ashar. Juga diwajibkan baginya untuk mengqodlo’ sholat ketika berhentinya darah haid, sedang dia belum bersuci.
Baca juga. Asal Usul Haid dan Hukum Mempelajarinya
- Thowaf
Semua rangkaian ibadah haji, boleh dikerjakan oleh wanita yang sedang haid. Kecuali thowaf dan sholat sunnah thowaf. Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim berikut ini :
عَنْ عَائِشَةَ ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهَا قَالَتْ : قَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ لَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ ، وَلا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
Artinya : “dari Aisyah RA, Dia berkata :”Ketika kami sampai di Sarif saya mengalami haid”. Maka Nabi SAW bersabda :”Lakukanlah semua hal yang harus dilakukan oleh orang yang haji, tetapi engkau tidak boleh thowaf di Baitullah sehingga engau suci (dari haid).”
- Menyentuh dan Membawa Mushaf (Al-Qur’an)
Dalam Kitab Uyunul Masa’il Linnisa’ dijelaskan pula, bahwa mushaf adalah segala sesuatu yang ditulisi lafadz Al-Qur’an. Meskipun tulisan tersebut kurang dari satu ayat, untuk tujuan dirasah (dibaca). Namun, apabila yang disentuh atau yang dibawa adalah Al-Qur’an terjemah atau Al-Qur’an yang ditafsiri, maka tidak diharamkan. Selama isi tafsirnya lebih banyak dari naskah atau teks Al-Qur’annya, seperti Kitab Tafsir Jalalain.
Sedangkan hukum haramnya membawa Al-Qur’an bagi orang haid, para ulama mengqiyaskan (menyamakan) dengan keharaman meneyentuhnya. Hal ini dapat dipahami bahwa, apabila menyentuh saja haram, apalagi membawanya.
Namun apabila dalam kondisi tertentu yang dlorurot misalnya Al-Qur’an tidak sengaja dijatuhkan oleh anak kecil kelantai dan apabila tidak ada orang lain, maka untuk meneyentuh dan membawa Al-Qur’an tersebut ke tempat yang lebih tinggi atau dalam kondisi menghindarkan Al-Qur’an dari kebakaran dan banjir, maka diperbolehkan.
Dalam kasus lain, misalnya aplikasi Al-Qur’an yang berada didalam hape, maka tetap diperbolehkan untuk membawa hape tersebut. Selama kita tidak membuka aplikasi Al-Qur’an tersebut dan menyentuh ayat-ayat dilayar hape kita.
Dalam hal ini pendapat 4 Imam Madzhab, baik Syafi’i, Hanafi, Maliki ataupun Hanbali sama-sama memutlaqkan hukum menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur’an adalah tidak diperbolehkan atau haram bagi wanita yang sedang dalam masa haid.
- Lewat ataupun Berdiam diri didalam Masjid
Bagi orang yang sedang mengalami masa haid diharamkan baginya untuk berdiam diri didalam masjid walaupun diniati i’tikaf . Dan untuk orang yang lewat diarea masjid apabila dalam kondisi sedang deras-derasnya keluar darah haid dan dia khawatir apabila darah tersebut menetes, maka diharamkan baginya untuk lewat masjid.
Keharaman ini disebabkan karena masjid adalah rumah Allah (baitullah) yang wajib senantiasa dijaga kesucian dan kebersihannya. Sehingga tidak patut bila didiami oleh orang-orang yang berhadast besar. Namun apabila hanya lewat saja, melalui satu pintu dan keluar dari pintu yang lainnya, dengan tidak berputar-putar diarea masjid, hanya lewat lalu keluar saja, apabila dia yakin dan tidak khawatir darah tersebut menetes mengotori masjid, maka diperbolehkan.
Baca juga Masa Haid dan Wanita Istimewa Yang Tidak Pernah Haid
- Membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an hukumnya haram, bagi perempuan yang sedang haid. Dihukumi haram, apabila melafadzkan Al-Qur’an dengan diniatkan untuk membaca Al-Qur’an. Namun, bila diniatkan untuk dzikir dan berdoa, maka diberpolehkan. Seperti misalnya ketika hendak minum, kemudian mengucapkan basmallah , sedangkan basmallah adalah ayat Al-Qur’an, maka tetap diperbolehkan karena niatnya adalah untuk berdoa. Dan contoh lain adalah tahlil yang juga diperbolehkan untuk orang yang sedang haid, apabila diniatkan untuk berdzikir dan berdoa.
Kasus lain, khusus bagi perempuan penghafal Al-Qur’an, diperbolehkan baginya untuk memurojaah (mengulang-ulang) hafalannya. Hal ini karena tujuan untuk menjaga hafalannya, apabila dikhawatirkan lupa. Namun bila untuk menambah hafalan, maka tidak diperbolehkan.
Dan berdasarkan fatwa Madzhab Imam Malik, juga diperbolehkan membaca Al-Qur’an bagi seorang wanita yang sedang haid, namun untuk kepentingan mengajar. Karena dalam kondisi dia adalah seorang guru. Jadi tidak semata-mata diniatkan untuk membaca Al-Qur’an, tetapi diniatkan untuk mengajar.
Wallahu a’lam bishawab.
Sumber : Kitab Risalatul Mahid, Safinatun Najah & Uyunul Masa’il Linnisa’
Penulis Buku “Ruang Jeda”