Website Resmi Ponpes Sabilurrosyad Gasek Malang

Khidmah Konten dari Pesantren

Asal-Usul Haid dan Hukum Mempelajarinya

Asal Usul Haid dan Hukum Mempelajarinya

Dua orang santriwati sedang belajar bersama mendiskusikan isi kitab

Foto. Gasek Multimedia
Ponpesgasek.id — Berbicara mengenai haid, sudah pasti terdengar lumrah dan tidak asing lagi, apalagi di kalangan para wanita. Haid sering disebut sebagai datang bulan atau menstruasi. Haid disebut sebagai datang bulan karena siklus haid umumnya terjadi rutin setiap bulannya bagi wanita. Nah… sedikit membahas mengenai haid lebih mendalam, mari kita simak penjelasan seputar haid berikut ini.

ASAL-USUL HAID

Asal-usul darah haid sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Risalatul Mahid karya K.H Masruhan Ihsan, Bangsa Arab menyebut darah yang keluar dari farji atau kemaluan wanita, yang bukan karena mengalami sakit atau suatu penyakit tertentu, bukan pula karena terluka, ataupun melahirkan.

Perempuan pertama yang mengalami haid adalah Siti Hawa, istri Nabi Adam AS. Dijelaskan dalam Kitab Risalatul Mahid pula, awal mula Siti Hawa mengalami Haid adalah ketika beliau dibujuk oleh iblis (laknatulloh) untuk memotong pohon syajarotul khuldi atau pohon khuldi yang dilarang oleh Allah SWT, ketika Siti Hawa berada di surga.

Getah pohon khuldi tersebut menetes ketika Siti Hawa menerima hukuman dari Allah, yaitu farjinya mengeluarkan darah, yang sempat keluar dan berhenti secara terus-menerus selama berbulan-bulan. Dan hal tersebut kemudian berlangsung secara terus-menerus, berkelanjutan, serta turun-temurun kepada anak cucu Siti Hawa, hingga sekarang.

Dijelaskan pula dalam kitab Uyunul Masa’il Linnisa’ karya Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, bahwa pada masa jahiliyah haid dianggap sesuatu yang sangat menjijikkan yang dialami kaum wanita. Pada masa itu, orang Yahudi tidak memperlakukan secara manusiawi terhadap istrinya yang sedang haid. Mereka mengusir istrinya dari rumah, tidak mau mengajak tidur dan makan bersama.

Sedangkan orang Nasrani mempunyai kebiasaan menggauli istrinya ketika haid. Dari hal tersebut, kemudian mendorong para sahabat untuk bertanya mengenai hukum-hukum haid. Sehingga turunlah firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 222 berikut ini :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Yang artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.

 Juga hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim yang menjelaskan mengenai haid berikut ini ;  هَذَا شَىْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَم

Yang artinya : “Ini (haid) adalah sesuatu yang Allah tetapkan bagi para wanita.” (HR. Bukhari, no. 305 dan Muslim, No. 1211).

HUKUM MEMPELAJARI ILMU HAID

Mengingat urgensi atau pentingnya mempelajari permasalahan seputar haid yang perlu digarisbawahi bagi para wanita, karena bersinggungan langsung dengan rutinitas ibadah sehari-hari. Maka sangat penting bagi seorang wanita untuk mengetahui dan memahami hukum-hukum seputar permasalahan haid. Agar keseharian ibadah yang dilakukan menjadi sah dan sesuai dengan hukum syara’.

Diantara hukum mempelajari ilmu seputar haid bagi wanita, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Uyunul Masa’il Linnisa’, hukum mempelajari seputar haid bagi wanita yang sudah baligh adalah fardlu ‘ain atau wajib. Sebab mempelajari hal-hal yang menjadi syarat keabsahan dan batalnya suatu ibadah adalah fardlu ‘ain.

Sehingga setiap wanita yang sudah baligh wajib keluar dari rumah untuk mempelajari permasalahan seputar haid. Dan bagi seorang suami atau mahram tidak boleh melarang wanita tersebut untuk keluar dari rumah, apabila mereka tidak mampu mengajarinya. Jika mampu, maka wajib bagi suami atau mahram untuk menjelaskan dan mengajarinya. Serta diperbolehkan baginya, melarang wanita tersebut untuk keluar dari rumah. Sedangkan hukum mempelajari seputar haid bagi laki-laki adalah fardlu kifayah. Mengingat permasalahan seputar haid, tidak bersinggungan langsung dengan rutinitas ibadahnya.

Berikut yang dapat al-faqir sampaikan pada sedikit tulisan mengenai haid kali ini. Semoga membawa manfaat dan menjadi suatu keberkahan. Semoga al-faqir dapat menuliskan lagi judul-judul yang berhubungan dengan permasalahan seputar haid. Aamiin

Sumber ; kitab Risalatul Mahid & Uyunul Masa’il Linnisa’