Website Resmi Ponpes Sabilurrosyad Gasek Malang

Khidmah Konten dari Pesantren

Perhatikan Airmu, Perhatikan Ibadahmu

Perhatikan Airmu, Perhatikan Ibadahmu

Seorang santri sedang berwudlu.
Foto. Gasek Multimedia

Ponpesgasek.id 
— Air menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam segala kegiatan bersuci, sebelum melaksanakan ibadah. Baik bersuci dari hadast kecil dengan cara berwudlu atau bersuci dari hadast besar dengan cara mandi. Selain itu, air juga menjadi salah satu sarana menghilangkan atau mensucikan najis. Seperti kencing, muntah, darah, kotoran hewan, dan lain sebagainya.

Bahkan salah satu amal yang menjadi aspek utama yang ditanyakan ketika yaumil akhir (hari akhir) kelak adalah sholat. Bagaimana Sholatmu? Sedang yang menjadi salah satu syarat sah sholat adalah suci. Baik suci dari hadast kecil maupun hadast besar, serta suci badan, pakaian dan tempat dari najis. Sedangkan jalan menuju suci dari hadast maupun najis, salah satunya adalah menggunakan air.

Dalam kitab Safinatun Najah bab المَاءُ atau bab air, dijelaskan bahwa air dibagi menjadi 2 macam. Yakni المَاءُ قَلِيْلٌ alma’u qolilu atau air sedikit, dan الْمَاءُ الْكَثِيْرُ alma’u katsiru atau air banyak.


Baca juga. Asal-Usul Haid dan Hukum Mempelajarinya


Air sedikit adalah air yang kurang dari 2 qullah, sedangkan air yang banyak adalah air yang mencapai 2 qullah atau lebih. Istilah qullah sendiri adalah ukuran volume air. Menurut berbagai sumber, 2 qullah adalah kurang lebih sebanyak 216 liter atau setara daya tampung air dengan wadah yang berbentuk persegi harus memiliki ruang dengan minimal panjang, lebar dan tinggi atau kedalaman mencapai 1¼ hasta, standar ukuran orang dewasa, atau setara panjang x tinggi x lebar yakni 60 x 60 x 60 cm.

Menurut pendapat Madzhab Imam Syafi’i, air yang sedikit atau air yang kurang dari 2 qullah apabila kejatuhan atau terkena najis didalam airnya, walaupun air tersebut tidak berubah sama sekali (baik rasa, warna, maupun baunya) maka tetap dihukumi najis.

Sedangkan air yang mencapai 2 qulllah atau lebih apabila terkena najis, maka tidak dihukumi najis atau dihukumi tetap suci. Kecuali apabila najis yang jatuh tersebut sampai merubah salah satu atau bahkan semua sifat air (rasa, warna dan bau). Apabila salah satu atau bahkan semua sifat air tersebut telah berubah maka tetap dihukumi najis, walaupun jumlah airnya mencapai 2 qullah atau lebih.

Dalam menentukan jumlah volume air, yang dipakai adalah ukuran fiqih. Bukan ukuran nisbi atau relatif.

Tidak semua air yang suci bisa digunakan untuk bersuci, atau dalam pengertian tidak semua air suci dapat mensucikan. Contoh air yang suci mensucikan atau bisa digunakan untuk bersuci, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Abi Suja’ dalam Kitabnya yang berjudul Al Ghayyah At Taqrib, air yang suci secara dzatnya serta dapat digunakan untuk bersuci disebut juga sebagai air mutlak. Air mutlak ini dibagi menjadi 7 macam yaitu ; air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju, dan air es.

Berdasarkan 7 macam air mutlak tersebut, maka air yang turun dari langit dan bersumber dari dalam bumi, dihukumi sebagai air suci yang bisa digunakan untuk bersuci. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon ayat : 48 dan Al-Anfal ayat : 11 berikut ini :

وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً طَهُورًا

Artinya ; “dan kami telah menurunkan air yang suci dari langit”

 وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ

Artinya ; “dan Dia (Allah) menurunkan air dari langit kepada kalian supaya dapat mensucikan kalian,”


Baca juga. Hikmah Puasa Dalam Perspektif Kesehatan


Sedangkan air dengan kategori suci tetapi tidak mensucikan atau tidak bisa digunakan untuk bersuci, baik dari hadast maupun najis, ada 2 macam yakni : air musta’mal dan air mutaghayar.

Secara Bahasa, air musta’mal berarti air yang telah digunakan untuk bersuci wajib, misalnya wudlu dan mandi. Atau telah digunakan untuk mengangkat hadast dan mensucikan najis. Adapun syarat air menjadi musta’mal diantaranya adalah ; 1) air sedikit kurang dari 2 qullah, 2) airnya sudah digunakan untuk sesuatu yang sifatnya wajib, seperti wudlu dan mandi atau menghilangkan najis, 3) airnya telah terpisah dari anggota tubuh. Seperti air bekas percikan orang berwudlu, atau air yang menetes dari anggota tubuh yang dibasuh ketika berwudlu, maka air tersebut walaupun suci tetapi tidak bisa mensucikan. Jadi misanya walaupun air bekas percikan orang yang wudlu, atau air yang menetes dari anggota tubuh yang dibasuh ketika berwudlu, apabila dikumpulkan dan mencapai jumah yang banyak, tetap tidak sah digunakan untu bersuci. Dalam kasus ini, meskipun dalam kondisi kekurangan air, para sahabat tidak mengumpulkan air musta’mal untuk digunakan lagi. Sebaliknya para sahabat melakukan tayamum.

Sedangkan air mutaghayar adalah air yang telah berubah salah satu sifatnya (rasa, warna dan bau). Karena tercampur oleh sesuatu. Walaupun hal yang mencampuri tersebut bersifat suci. Misalnya, air 2 qullah dan tercampur tepung atau sabun dalam jumlah yang banyak, walaupun tepung dan sabun tersebut suci, tetapi merubah warna dan rasa atau bau air. Maka air tersebut tidak bisa digunakan untuk bersuci.

Adapula jenis air musyammas, diambil dari kata syams yang berarti matahari. Air musyammas adalah air yang dipanaskan dibawah terik matahari dengan menggunakan wadah logam, kecuali emas dan perak, seperti besi dan baja (bejana). Air ini suci dan mensucikan, tetapi hukum bersuci menggunakan air ini adalah makruh. Karena menggunakan air dalam wadah logam yang dipanaskan dibawah terik matahari dapat menyebabkan penyakit belang. Sehingga dengan adanya mudharat (kerusakan/ bahaya) tersebut maka air musyammas makruh digunakan untuk bersuci.

Jenis air yang terakhir adalah air mutanajjis atau air yang telah terkena najis. Dalam hal ini, untuk menetapkan status hukum air yang tercampur benda najis, maka dapat dibedakan dari sisi perubahan airnya. Apakah air tersebut secara umum terkontaminasi oleh najis, sehingga sifat kenajisannya lebih dominan. Atau sebaliknya, sifat airnya lebih dominan, sehingga seperti tidak ada najis yang masuk sama sekali. Berdasarkan jumhur atau kesepakatan ulama’, apabila air terkena najis, selama air tersebut dalam jumlah yang banyak, tidak kurang dari 2 qullah dan tidak merubah salah satu sifat air, maka air tersebut masih bisa digunakan untuk bersuci. Sebailknya jika air sedikit, atau sampai berubah sifatnya, maka tetap dihukumi najis.

Wallahu a’lam bishawab