Foto. Gasek Multimedia
Ponpesgasek.id – Apa sebenarnya yang dimaksud dengan keren? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “keren” berarti bagus, luar biasa, atau hebat. Namun, di zaman sekarang, arti keren seringkali tidak jelas, berubah menjadi simbol penampilan fisik, gaya hidup, atau jumlah followers di media sosial. Mulai dari outfit mahal, destinasi liburan yang viral, hingga postingan yang bisa mengundang pujian dari teman-teman online.
Namun, pertanyaan yang lebih penting adalah: keren itu buat siapa? Di depan Allah SWT, atau hanya untuk terlihat hebat di mata followers?
Sebagai generasi yang hidup di era digital, Gen Z terjebak dalam budaya adu gengsi yang melibatkan berbagai aspek, termasuk penampilan dan status sosial. Flexing menjadi tren, dan FOMO (Fear of Missing Out) kerap membuat kita merasa harus mengikuti semua tren agar terlihat keren. Padahal, ada cara lain untuk menjadi keren, yaitu melalui ngaji dan menuntut ilmu.
Keren Itu Bukan Karena Gaya, Tapi Karena Ilmu
Apa sih yang membuat ngaji itu keren? Ngaji bukan hanya tentang membuka kitab dan membaca teks-teks lama. Lebih dari itu, ngaji adalah proses untuk menyambung ilmu yang bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Di pesantren, santri tidak hanya belajar mengaji, tapi juga mengembangkan karakter, disiplin, dan adab. Ilmu yang didapatkan di pesantren tidak hanya sebatas teori, tetapi juga praktik hidup yang akan menemani mereka sepanjang hidup.
Pesantren mungkin masih dipandang oleh sebagian orang sebagai lembaga yang ‘ketinggalan zaman’, atau bahkan hanya tempat untuk membina anak-anak yang “kurang gaul”. Padahal kenyataannya, pesantren adalah tempat terbaik bagi siapa saja yang ingin mendalami ilmu dengan sanad yang jelas. Di sini, kita bukan hanya belajar membaca teks, tetapi juga tentang menghormati ilmu dan guru.
Mbah Maimoen Zubair pernah mengatakan, “Dulu pondok itu tidak dikenal, tapi ilmunya yang dikenal. Sekarang pondok sudah dikenal, maka manfaatkan sebaik-baiknya.” Ini menunjukkan bahwa pesantren, dengan segala tradisi dan ajarannya, memiliki keunggulan yang tak bisa ditemukan di tempat lain: sebuah sistem pendidikan yang menghubungkan kita langsung dengan warisan intelektual Rasulullah SAW.
Ngaji Itu Keren, Karena Itu Proses, Bukan Hasil Instan
Sebagai Gen Z yang serba cepat dan ingin hasil instan, kita sering lupa bahwa kesuksesan yang bertahan lama hanya bisa diraih melalui proses yang panjang. Kita mungkin terbiasa dengan serba cepat: aplikasi yang mengirim pesan instan, video yang bisa diputar dalam hitungan detik, atau beragam pilihan yang serba tersedia. Namun, dalam hal menuntut ilmu, tidak ada jalan pintas.
Di pesantren, kita belajar untuk sabar, tekun, dan tidak terburu-buru. Proses belajar itu memakan waktu, dan itulah yang justru membuatnya lebih bermakna. Sebagaimana dalam agama, proses adalah bagian dari sunnah yang harus kita jalani dengan sabar dan penuh rasa syukur.
Bukan hanya ilmu yang didapatkan, tetapi juga karakter, adab, dan ketangguhan mental. Seperti yang sering diajarkan oleh para kyai, “kalau belajar itu sungguh-sungguh, maka nikmat yang didapatkan akan luar biasa.” Setiap detik yang kita habiskan untuk menuntut ilmu akan menjadi investasi yang tidak ternilai.
Flexing Ilmu: Keren yang Sesungguhnya
Pernahkah kamu bertanya pada diri sendiri, “Apa yang membuatku merasa keren?” Jika jawabannya adalah sekadar penampilan fisik atau gaya hidup yang mengundang perhatian, mungkin sudah saatnya untuk merefleksikan diri. Keren yang sejati adalah mereka yang memiliki keilmuan yang bermanfaat, yang bisa dibagikan kepada orang lain.
Hari ini, keren itu bukan hanya soal baju atau mobil, tapi soal pengetahuan dan kontribusi terhadap masyarakat. Seorang santri yang pulang dari pondok bukan hanya membawa ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk umat. Seperti yang sering diungkapkan, “Ngaji itu bukan sekadar baca kitab, tapi juga mengamalkan dan membagikan ilmu yang didapatkan.”
Disarikan dari pengajian Gus Rifqil dan Ning Imaz pada rangkaian acara Ngaji Bareng yang bertema “Gen Z Keren Dengan Ngaji, Bukan Adu Gengsi” dalam rangka Halal bi Halal dan Haul Masyayikh Pondok Pesantren Sabilurrosyad 2025, pada Sabtu, 19 April 2025.
Baca juga, Dari Keberkahan, Ilmu Hingga Doorprize: Meriahnya Halal bi Halal dan Haul Masyayikh Ponpes Gasek
Tulisan yang mengandung daging, namun disajikan dalam nampan sederhana ala talaman pondok gasek, yang siapapun menikmatinya, dia tidak hanya kenyang namun juga senang.