Website Resmi Ponpes Sabilurrosyad Gasek Malang

Khidmah Konten dari Pesantren

Siapakah Allah? Apakah Ada yang Mendahului-Nya?

Foto. Gasek Multimedia || Santri sedang melakukan dzikrullah bersama

Ponpesgasek.id — Sejak kecil kita telah diajarkan Syahadat, Rukun Iman, bahkan sampai menghafal nadham Aqidatul Awwam. Semuanya pasti diawali dengan mengenalkan kepada Allah SWT sang Khaliq. Akan tetapi, beberapa dari kita mungkin berhenti belajar lebih lanjut tentang bagaimana caranya mengetahui Allah, sehingga Iman kita hanya berada di tingkatan Muqallid yang beberapa ulama berbeda pendapat tentang keabsahannya.

Lantas, bagaimana cara kita sebagai Muslim untuk mengetahui Allah? Karena beberapa orang non-Muslim bahkan Muslim itu sendiri sering bertanya-tanya dalam benak mereka, “Siapa Allah?”, atau “Sebelum Allah ada siapa?” Pertanyaan ini apabila tidak segera dijawab dengan ilmu maka akan menimbulkan was-was pada akidah yang ini sangat berbahaya, yang menyebabkan mudahnya seorang Muslim ragu dalam bertauhid, bahkan berakhir kepada kemurtadan.

Di sini, penulis ingin membahas tentang bagaimana cara mengetahui Allah dengan menggunakan dalil naqli dan aqli berdasarkan kaidah berpikir yang banyak penulis dapat dari para ulama. Karena dalil naqli tentang adanya Allah apabila tidak didukung dengan hujjah dari dalil aqliyah, maka orang-orang tidak bisa memahami konteks apa yang dimaksud di dalam dalil naqliyah tersebut.

Di artikel ini, penulis akan menyuguhkan sebuah pertanyaan dan jawaban secara singkat seputar beberapa cara mengetahui Allah.

  • Pertama. “Siapa Allah?”, pertanyaan ini sering ditanyakan kepada orang non-Muslim atapun orang Muslim yang was-was. Di sini akan dijawab siapa Allah dan bagaimana akal dapat mengetahui eksistensi-Nya. Yang terpenting, jangan sekali-kali memikirkan tentang Dzat Allah, karena akal kita tidak akan mampu mencapai secuil kenyataan dalam mengetahui Dzat-Nya. Justru dengan terlalu berpikir tentang Dzat Allah akan menyebabkan kerancuan berpikir dan berakhir pada sebuah jalan buntu tanpa hasil.

Cara yang disampaikan Rasulullah SAW adalah hal yang termudah bagi kita yaitu dengan mengamati tentang ciptaan-Nya, perhatikan apa yang ada di sekitar kita, baik sesuatu yang bersifat konkrit misalnya matahari, laut, gunung, dll. Ataupun sesuatu yang bersifat abstrak seperti terjadinya siang dan malam, kelahiran dan kematian, rantai makanan, daur hidup makhluk, dll.

Kemudian setelah mengamati hal tersebut, kita akan bertanya, “Bagaimana mungkin semua yang ada di alam ini beserta semua aturannya ada secara kebetulan?” Maka mulai dari sinilah gunakan kaidah berpikir ini: “Sesuatu yang sudah ada, pasti ada yang menciptakan”. Mustahil sesuatu yang sudah terlanjur ada tidak memiliki pencipta. Mustahil sesuatu yang tidak ada menciptakan sesuatu yang ada. Mustahil ada sebuah meja tanpa ada tukang yang membuatnya. Maka akal yang sehat tidak akan menerima pernyataan bahwa “semua yang ada di alam ini tercipta sendiri tanpa adanya pencipta”. Maka pernyataan tersebut akan mengarahkan kita bahwa semua yang ada di alam ini pasti diciptakan, dan segala sesuatu yang diciptakan pasti ada penciptanya. Dan dalam Islam pencipta semua yang ada ini adalah Allah SWT.

  • Kedua. Setelah mengetahui siapa Allah, maka muncullah pertanyaan berikutnya: “Lantas jika Allah menciptakan semua yang ada, maka sebelum Allah ada siapa?”. Maka kita harus berhenti di sini, karena Allah itu mustahil didahului oleh siapapun dan apapun. Jikalau orang yang bertanya itu kurang puas maka tariklah kembali kaidah di atas tadi. Alam yang sudah terlanjur ada ini mustahil ada dengan sendirinya, maka sudah pasti ada penciptanya yang eksistensinya harus ada (wajibul wujud), dan ini lebih bisa diterima oleh akal sehat. Akan lebih tidak masuk akal lagi apabila alam yang sudah terlanjur ada ini tercipta secara kebetulan/tiba-tiba tanpa ada yang menciptakan.

Jikalau orang yang bertanya tadi masih ngotot bertanya maka ada jawabannya kira-kira seperti ini: “Jika Allah yang kamu tanyakan lagi ada yang mendahuluinya, maka yang mendahului itulah yang benar-benar Allah, dan Allah yang kamu tanyakan tadi batal menjadi Allah”. Maksud dari jawaban tersebut berangkat dari keyakinan tadi, bahwa Allah adalah Dzat yang Qadim dan Awwal. Sehingga ketika ditanyakan lagi pertanyaan di awal, maka jawabannya akan sama seperti tadi, dan terus berulang-ulang karena Allah mustahil didahului oleh siapapun atau apapun. Jawaban seperti tadi mungkin akan menimbulkan kebingungan bagi penanya karena pengulangan yang tidak ada ujungnya jika terus ditanyakan, akan tetapi jawaban tadi akan mempertahankan logika bahwa “semua yang tercipta di alam ini pasti ada yang menciptakan”, dan logika ini lebih mudah dicerna akal sehat dibanding logika bahwa semua yang ada di alam ini tercipta tanpa adanya pencipta. Hal inilah yang difirmankan Allah dalam QS. At-Tur [52] ayat 35:

اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخٰلِقُوْنَ

“Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?”

  • Ketiga. Pertanyaan kepada Islam mengapa mereka menganut paham monoteisme? (ajaran agama yang memercayai adanya satu Tuhan). Jawabannya adalah mustahil ada dua Tuhan atau lebih, karena akan terjadi kerusakan disebabkan oleh Tuhan itu sendiri. Kita analogikan saja bahwa dalam suatu organisasi tidak mungkin ada dua ketua atau lebih yang menduduki jabatan tertinggi, pasti hanya ada satu orang. Karena dua orang dengan jabatan yang sama pasti akan timbul perselisihan dan pertentangan di antara mereka.

Dari ceramah Gus Baha yang sering penulis dengar, ada suatu riwayat ketika Rasulullah SAW ditanya orang Kafir Quraisy kenapa hanya menyembah satu Tuhan, Rasulullah SAW menjawab dengan analogi bahwa budak itu lebih enak punya majikan satu dibanding majikan banyak, karena jika majikannya banyak maka ia akan bingung melayani perintah majikan yang mana ketika mengalami pertentangan.[1]

Begitulah kenapa dalam Islam Tuhan itu hanya satu, di dalam ruang lingkup organisasi saja tidak memungkinkan adanya lebih dari satu orang yang menduduki jabatan tertinggi, apalagi dalam ruang lingkup alam raya ini, mustahil ada Dzat yang menduduki predikat sebagai Tuhan lebih dari satu. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Anbiya [21] ayat 22:

لَوْ كَا نَ فِيْهِمَاۤ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَـفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ

“Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada Tuhan-Tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha Suci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.”

Itulah beberapa jawaban mengenai cara mengetahui Allah. Apa yang ada di sekitar kita sebenarnya adalah tanda-tanda adanya wujud Allah sebagai wajibul wujud. Dengan tuntunan dari ilmulah akal akan dapat mengetahui bahwa akidah Islam adalah logika yang paling mudah dimengerti bagi mereka yang berpikir jernih.

Wallahu a’lam bi al-showab.

Pentashih : Ust. Dr. Abdurrosyid Munaji, S.S., M.Pd

[1] Dalam Tafsir Al-Ibriz di bagian tafsir Surat Al-Ikhlas juga dijelaskan mengapa Islam hanya menyembah satu Tuhan. Lihat: KH. Bisri Musthofa. Tafsir Al-Ibriz Versi Latin. Lembaga Kajian Strategis Indonesia. Wonosobo. 2015. Hlm: 612