Ponpesgasek.id- Ketika lingkungan sekitar sedang dikepung oleh kekuatan kristen (seminari, perusahaan milik orang kristen, Perumahan mayoritas kristen), pertanyaan besarnya adalah: apakah anak-anak kecil di masa depan akan tetap memiliki iman yang sama dengan orang tuanya yakni kaum muslimin? Sedangkan para ustadz dan kiai tidak ada di lingkungan seperti ini. Bisa jadi suatu saat nanti mereka akan bekerja menjadi karyawan dimana bosnya adalah orang kristen serta lingkungan disekitarnya mayoritas kristen.
Apakah mereka akan bertahan dalam situasi dan kondisi yang sedemikian rupa? Kalau imannya lemah tentu akhirnya mereka akan goyah kemudian mereka pun akan berpindah keyakinan, yakni pada agama kristen. Lantas, bagaimana cara menjaga anak-anak generasi penerus kaum muslim agar tetap dalam akidah islam?
Ikhtiar kaum muslimin yang bisa dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan iman anak
Indikator kekuatan iman seorang anak terletak pada pembiasaan beribadah mereka. Bisa jadi tercermin dalam hal ketertiban melaksanakan sholat, sering membaca Al Quran, membaca surat yasin setiap malam jumat, dan sebagainya. Proses pembiasaan semacam itu dapat dimulai dengan langkah kecil berupa mendorong anak untuk tetap belajar agama, mengaji di musholla, langgar atau masjid, dan lembaga-lembaga pendidikan agama yang tersedia di lingkungan sekitar, misalnya TPQ.
Ya, dorongan orang tua dalam menguatkan keimanan seorang anak sangat penting. Bagaimana cara mendorongnya? Tidak lain, diantaranya adalah orang tua harus sering (telaten) mengantarkan anak ke lembaga pendidikan Islam seperti TPA/TPQ di lingkungan sekitar. Meskipun orang tua sibuk dengan aktifitas kerja dan kegiatan yang lain, orang tua harus bisa membagi waktu untuk anaknya. Tentu saja dengan sering mengantarkan anak ke TPQ.
Hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk sang anak. Misalnya, ketika orangtua sudah meninggal dunia, ternyata sang anak sudah khatam Al Quran dan sholatnya tertib, yang demikian itu didapat dari proses belajar mengajar di TPQ. Dengan begitu anak sudah bisa dikatakan kuat dalam hal keimanannya, meskipun sang anak bekerja di luar negeri yang mayoritas masyarakat disana beragama Kristen. Semisal Amerika, Australia, Hongkong, dan negara lainnya.
2. Mendoakan anak
Selanjutnya, cara yang tak kalah penting dariapada menjaga keimanan anak di masa depan adalah dengan mendoakan anak. Semua guru dimana saja, khususnya guru TPQ pastinya sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mengajar, dengan tidak membedakan porsi materi anak satu dengan anak yang lain. Akan tetapi, ketika anak-anak tersebut sudah dewasa, maka akan tampak perbedaannya. Ada yang menjadi baik dan ada yang menjadi jelek dalam hal perilakunya. Padahal guru TPQ sudah mengajar dengan sungguh-sungguh dan tidak membedakan satu sama lain. Ternyata, penyebabnya dari perilaku tersebut bukanlah dari guru TPQ, melainkan kondisi rumah tangga orangtua sang anak.
Ketika guru sudah mengajar dengan sungguh-sungguh dan dirumah orangtuanya juga rajin sholat dan mengaji, pastinya sang anak perilakunya akan menjadi baik. Akan tetapi sebaliknya, jika dirumah orangtua tidak mengajarkan yang baik, orangtua jarang sholat dan mengaji bahkan mendoakan sang anak, pastinya sang anak akan berperilaku tidak baik pula, meskipun guru TPQ sudah bersungguh-sungguh mengajarkannya. Maka dari itu, ikhtiar untuk menguatkan iman anak tidak cukup dengan hanya menyerahkan anak ke lembaga pendidikan islam (TPQ) saja. Lebih dari itu, orangtua juga harus memberi contoh yang baik terhadap anaknya, dengan sholat dan mendoakan semoga anak tetap iman, sehat, panjang umur, sholeh sholehah, dan kaya dunia akhirat.
3. Rumah tangga sakinah
Setelah menguatkan iman anak dengan mendorongnya secara lahir batin dan mendoakan anak, selanjutnya adalah masalah keharmonisan rumah tangga. Kondisi rumah tangga bisa menjadi sakinah asalkan seorang suami tidak berpoligami dan sungguh-sungguh setia terhadap istrinya, tidak menduakannya, tidak ada orang lain selain istrinya tersebut. Dengan begitu, istri di rumah bisa tenang, fresh, bahagia yang pada akhirnya istri bisa maksimal dalam mengurus anaknya seperti memandikan, menyuapkan makanan, mengajarkan si anak dengan sungguh-sungguh dan ikhlas lahir batin, yang semua itu disebabkan oleh kesungguhan dan kesetiaan suami terhadap istrinya.
Sebaliknya, apabila suami tidak setia, tidak sungguh-sungguh dalam mencintai istrinya, katakanlah selingkuh dan sebagainya, pasti istri tersebut sakit hati yang pada akhirnya istri akan menjadi marah, emosional, dan tidak terkontrol. Dari kondisi demikian, pastilah istri tidak maksimal dalam mengurus anak. Karena suasana hati istri sedang labil yang akibatnya anak menjadi korban dari rumah tangga yang berantakan.
*(Mauhidhoh Khasanah oleh KH. Marzuki Mustamar di acara Halalbihalal TPQ Sabilurrosyad 2016)
Penulis : Rurouni
Untuk pengiriman karya tulis maupun informasi lebih lanjut silakan hubungi admin
0851-83019262 (WA)