Website Resmi Ponpes Sabilurrosyad Gasek Malang

Khidmah Konten dari Pesantren

Menghilangkan Budaya Ghosob di Pesantren

Tampak sandal para santri dalam kondisi rawan dighosob

Foto. Cheppy E.J

Ponpesgasek.id — Perilaku ghosob secara umum dikatakan sudah membudaya di lingkungan pesantren, hal ini mengandung pengertian bahwa tindakan mempergunakan milik orang lain secara tidak sah, untuk kepentingan sendiri sudah sering terjadi dan baik para santri, ustadz maupun pengurus pun sudah menganggap hal ini sebagai sesuatu yang kurang wajar dan umum terjadi di lingkungan mereka.

Tujuan penulis menulis artikel ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada santri untuk mengurangi, menghilangkan, bahkan memutuskan mata rantai budaya ghosob di lingkungan pesantren serta mengingatkan kembali setiap perilaku ghosob tidak pernah dibenarkan dalam ajaran Islam dan juga peraturan hukum di negara kita.

Bagaimana jika pesantren yang salah satu peran dan fungsinya adalah membentuk insan-insan berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, justru di dalamnya muncul kebiasaan yang bertentangan dengan agama?

Walaupun sebenarnya ghasab tidak hanya terjadi di lingkungan pesantren saja. Pada beberapa lembaga Pendidikan yang menggunakan system “boarding school”, asrama-asrama, kasus serupa juga acap kali terjadi. Yang menjadi keprihatinan lebih adalah jika melihat peran, fungsi, dan tanggung jawab pesantren dalam melahirkan generasi muslim yang memiliki integritas keilmuan, akhlak, dan berkarakter mulia.

Pengertian Ghosob

Ghosob menurut bahasa adalah mengambil sesuatu (benda atau barang) dengan cara zalim secara terang-terangan. Sedangkan menurut istilah syara’ ialah menguasai hak orang lain secara aniaya. Ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa perbuatan ghosob hukumnya haram dan orang yang melakukannya mendapat dosa. Barangsiapa yang ghosob berupa harta, maka ia wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya, walaupun ia harus menanggung beban pengembalian (dengan harga) berlipat ganda. Dan ia wajib (membayar ganti rugi) menambal kekurangan barang yang dighosob, misalnya kain yang dipakai, atau barang yang berkurang walau tidak dipakai. Tentu si pelaku tindakan tersebut mendapat dosa atas perbuatannya. Hal ini didasarkan atas firman Allah Q.S Al Baqarah: 188.

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta Sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) hart aitu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan Sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Praktik memutus mata rantai ghosob sandal di Pondok Pesantren Al Mubarak Lanbulan, Kabupaten Sampang

Di Pondok Pesantren Al Mubarak Lanbulan, Kabupaten Sampang, tempat penulis menimba ilmu, menerapkan suatu cara yang cukup efektif dalam memutus budaya ghosob. Cara tersebut adalah dengan memberikan sandal khusus yang berisi sebuah kode unik. Setiap santri memiliki kodenya masing-masing. Jadi, tidak ada santri yang memiliki kode yang sama.

Foto. Faishol
Foto. Faishol

Selanjutnya, pengurus akan melakukan pengontrolan rutin kepada seluruh santri dengan absensi sandal, bilamana sandalnya hilang maka santri tersebut akan dikenakan denda berupa mengganti (membeli) lagi sendal tersebut

Penulis : Ahmad Faisol (Ponpes Lanbulan Sampang) dan Cheppy Eka Juniar (Ponpes Gasek Malang)