Foto. Gasek Multimedia
Ponpesgasek.id — Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph.D, tokoh NU yang akrab disapa Gus Nadir ini menjadi salah satu pembicara pada pengajian Halalbihalal dan Haul 1444 H di Ponpes Sabilurrosyad Gasek.
Guru Besar Fakultas Hukum Monash University tersebut membuka tausiahnya dengan pernyataan “Jadi santri NU itu menyenangkan”
“Kenapa?” tanya Gus Nadir kepada para hadirin. Kamis (11/05/23).
Menurutnya, di pondok pesantren santri tidak hanya belajar soal aqidah tetapi juga soal akhlak.
Selain itu, lanjut Gus Nadir, santri tidak hanya diajari soal fiqih ibadah tetapi juga fiqih muamalah dan juga fiqih siyasah.
Bahkan, tambahnya, santri tidak hanya diajari soal fiqih tetapi juga soal tasawuf.
“Di pesantren itu komplit, warisan khazanah keilmuan dari para ulama’ kita ada semua,” jelas putra pendiri Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an, Prof. KH. Ibrahim Hosen ini.
“Dipelajari, dirawat, dijaga, dan inilah keunggulan para santri NU,” tambahnya.
Terlebih sekarang tidak aneh lagi jika banyak santri-santri NU sudah berdiaspora ke berbagai penjuru dunia.
“Di berbagai belahan dunia sekarang dipenuhi oleh para santri-santri NU, yang bukan sekedar menjadi tenaga kerja kasar tetapi tenaga kerja intelektual,” paparnya.
Dakwah adalah sebuah kewajiban bagi santri tetapi juga harus bisa memahami budaya dan karakter setiap wilayah. Gus Nadir mengumpamakan “lain ladang lain belalang”.
Gus Nadir mengajak para santri untuk terus menebar islam yang rahmatan lil’alamiin bukan semata-mata lil muslimin, tetapi lil’alamiin.
“Dimanapun kita berada, kita pergi ke luar kota, kita pergi keluar negara, kita punya kewajiban menebarkan islam yang rahmatan lil’alamiin,” ajak Gus Nadir.
“Kita bacakan sholawat di tiap-tiap kota, kita gemakan cinta Nabi Muhammad di tiap-tiap kota dan Insyaa Allah akan muncul yang masuk islam tanpa perdebatan tanpa caci maki tapi semata-mata karena cinta,” tutup Gus Nadir.
Editor. Cheppy Eka Juniar