Website Resmi Ponpes Sabilurrosyad Gasek Malang

Khidmah Konten dari Pesantren

Seni Membangun Rumah Tangga Ala Rasulullah

Momen spesial pernikahan Gus Muhammad Aminudin dengan Ning Wardah Nailul Qudsiyah, | Foto. Gasek Multimedia

Ponpesgasek.id — Sudah barang tentu, bahwa keharmonisan sebuah rumah tangga bukan karena kesempurnaan yang ada pada pasutri. Bahkan keharmonisan itu tercipta karena semua elemennya saling melengkapi kekurangan dan saling bahu-membahu dalam situasi dan kondisi apapun. Karena bagaimanapun juga, mengharapkan hubungan yang berjalan mulus dan tanpa aral yang merintang, meski bukan mustahil, namun bagai mencari jarum di tumpukan jerami.

Kemelut problematika rumah tangga memang kadang di luar nalar sebagian orang. Clash yang terjadi di antara suami-istri sering kali berujung pada disharmoni lalu menjadi beban yang kadang sulit mencari solusi yang benar-benar memberikan jalan tengah. Terlebih lagi, silang pendapat terkait keharmonisan rumah tangga yang mereka kantongi sedari awal sebelum merajut sebuah hubungan semakin mempersulit mendapatkan satu kata “saling memahami”.

Oleh karena itu, teladan Rasulullah yang telah sukses membangun rumah tangga sangat urgen untuk dijadikan uswah. Bagaimana beliau menanam bibit cinta sehingga memekar kemesraan, menyiram akar hubungan sehingga tumbuh kokoh, dan merawat ranting rumah tangga sehingga mampu menyingkirkan hama perbedaan yang mengikis harmoni. Di antara teladan tersebut adalah:

Mengokohkan Taqwa

Dalam merajut rumah tangga, hal utama yang mesti diperkokoh adalah kualitas taqwa elemen keluarga. Sebab bagaimanapun juga, kekuatan taqwa sangat ampuh menetralisir perbedaan dalam internal rumah keluarga. Tidak heran, ketika hendak melakukannya di rumah dan mengajak istrinya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

اجعلوا في بيوتِكم من صلاتِكم، ولا تتَّخِذوها قبورًا

“Jadikanlah di rumah kalian dari shalat kalian dan jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan,” (HR. Bukhari).

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan alasan dalam Fathul Bari, bahwa rumah yang tidak dijadikan tempat zikir atau ibadah sunnah, ibarat kuburan yang tidak memberikan manfaat sama sekali. Selain itu, dengan melakukan ibadah sunnah di rumah, diharapkan rahmat akan turun karena dihadiri malaikat dan kehidupan anggota keluarga akan penuh kebahagiaan, sehingga tumbuh benih-benih kemesraan serta jauh dari gangguan iblis dan setan. 

Memberi Pemahaman Tentang Agama

Memberikan pemahaman keagamaan juga perlu dilakukan oleh kepala keluarga, baik dia langsung yang mengajari istri dan anak-anaknya atau dengan mengizinkan mereka untuk belajar agama kepada ahlinya. Ia harus mengajarkan bagaimana menjalani hidup sebagai istri, meliputi hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan larangan-larangannya. Demikian ini sudah terlansir dalam al-Quran:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ الـ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

“Hai-orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,” (QS. At-Tahrim [66]: 06)

Mempererat Kemesraan dalam Rumah Tangga

Di tengah posisinya sebagai pemimpin umat Islam, Rasulullah selalu meluangkan waktunya untuk tetap bersama keluarga sesuai gilirannya. Kemesraan, penuh kasih sayang, keharmonisan dan romantis adalah warna kehangatan rumah tangga beliau. Tidak heran jika semua istrinya selalu menanti qasm dari beliau.

Tidak jarang Rasulullah melakukan aktivitas keluarga dengan tangan lembutnya sendiri. Semisal, menjahit baju sendiri, memerah susu unta sendiri, dan aktivitas lain yang biasa dilakukan layaknya seorang suami pada umumnya. Sehingga, pekerjaan rumah tangga tidak dibiarkan menumpuk dan sepenuhnya dilakukan oleh sang istri. Yang demikian ini sangat ampuh untuk menarik perhatian istri dan menguatkan rasa kasih sayang. 

Saat ada kejadian yang memancing amarah yang dilakukan istrinya. Rasulullah tak mudah naik pitam dan terus bersikap lembut terhadap mereka. Hal ini terlihat jelas dari peristiwa haditsul-ifki (berita dusta) terkait Sayidah Aisyah. Saat Sayidah Aisyah difitnah melakukan tindakan asusila, Rasulullah tetap bersikap tenang meski lubuk hati yang paling dalam ada rasa jengkel, hingga pada akhirnya Allah ungkap fakta kejadiannya.

Di samping itu, Rasulullah selalu menjadi tempat bersandar bagi istri-istrinya. Saat istri-istrinya bertengkar, maka Rasulullah-lah orang pertama yang mencoba menghibur istrinya. Dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah menemukan Sayidah Shafiyah tertunduk menangis. Maka, beliau pun mendekatinya seraya bertanya “Apa yang membuatmu menangis?”. Shafiyah menjawab, “Hafshah berkata, bahwa aku anak orang Yahudi”. Beliau berkata, “Katakan padanya, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa,”.

Contoh lain, dikisahkan, bahwa suatu ketika Sayidah Aisyah terbakar cemburu. Yaitu, pada saat Rasulullah berada di rumahnya, sedangkan Sayidah Zainab mengutus pembantunya mengantarkan makanan untuk Rasulullah . Melihat hal itu, Sayidah Aisyah jealous dan membanting makanan itu. Rasulullah yang ada di sampingnya hanya tersenyum dan memungut makanan yang berceceran itu lalu menyuruh Sayidah Aisyah untuk memakannya dengan reaksi gurau.

Selain itu, guna memperkuat kemesraan di tubuh keluarga, Rasulullah memanggil para istrinya dengan panggilan mesra, seperti panggilan Humairah (yang pipinya merona) kepada Sayidah Aisyah. Tidak hanya itu, sering kali beliau makan bersama istrinya dalam satu wadah. Yang seperti ini memang tampak sederhana, namun hakikatnya sangat mempererat kemesraan dalam keluarga. 

*Artikel ini disalin dari Rubrik Sakinah, Majalah Sidogiri edisi 197 halaman 104-106.

*Ditulis oleh Ach Shofwan Halim.